Tuesday, April 24, 2012

Hukum Belajar Tasawuf


 Apakah hukum belajar tasawuf menurut Islam? Apakah benar di antara orang-orang ahli tasawuf ada yang tersesat dan menyimpang?

Jawab: Wajib beramal dengan tasawuf, Erti tasawuf dalam agama ialah mendalami ke arah bagian rohaniah dan ubudiah. Agama-agama di dunia ini banyak sekali yang menganut berbagai macam tasawuf, di antaranya ada sebagian orang India yang fakir. Mereka condong menyiksa diri sendiri demi membersihkan jiwa dan meningkatkan amal ibadatnya.
Dalam agama Kristen terdapat aliran tasawuf khususnya bagi para pendeta. Di Yunani muncul aliran Ruwagiyin. Di Persia ada aliran yang bernama Mani’; dan di negeri-negeri lainnya banyak aliran ekstrim di bidang rohaniah.

Kemudian Islam datang dengan membawa pertimbangan yang paling baik di antara kehidupan rohaniah dan jasmaniah serta penggunaan akal. Maka, insan itu sebagaimana digambarkan oleh agama, yaitu terdiri dari tiga unsur: roh, akal dan jasad. Masing-masing dari tiga unsur itu diberi hak sesuai dengan keutuhannya.

Kehidupan Rasulullah dan Para Sahabat yang menjadi sumber ajaran tasawuf untuk meyakinkan kita semua bahwa ajaran tasawuf adalah benar-benar ajaran Rasulullah SAW.
Benih-benih tasawuf sudah ada sejak dalam kehidupan nabi Muhammad SAW. Hal ini dapat dilihat dalam perilaku dan peristiwa dalam hidup, ibadah dan perilaku nabi Muhammad SAW.
Peristiwa dan Perilaku Hidup Nabi. Sebelum diangkat menjadi Rasul, berhari-hari beliau berkhalawat (mengasingkan diri) di Gua Hira, terutama pada bulan Ramadhan disana nabi banyak berzikir dan bertafakur dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Pengasingan diri Nabi SAW digua Hira ini merupakan acuan utama para sufi dalam melakukan khalawat.
Kemudian puncak kedekatan Nabi SAW dengan Allah SWT tercapai ketika melakukan Isra Mikraj. Di dalam Isra Mikraj itu nabi SAW telah sampai ke Sidratulmuntaha (tempat terakhir yang dicapai nabi ketika mikraj di langit ke tujuh), bahkan telah sampai kehadiran Ilahi dan sempat berdialog dgn Allah. Dialog ini terjadi berulang kali, dimulai ketika nabi SAW menerima perintah dari Allah SWT tentang kewajiban shalat lima puluh kali dalam sehari semalam. Atas usul nabi Musa AS, Nabi Muhammad SAW memohon agar jumlahnya diringankan dengan alasan umatnya nanti tidak akan mampu melaksanakannya.
Kemudian Nabi Muhammad SAW terus berdialog dengan Allah SWT. Keadaan demikian merupakan benih yang menumbuhkan sufisme dikemudian hari. Perikehidupan (sirah) nabi Muhammad SAW juga merupakan benih-benih tasawuf yaitu pribadi nabi SAW yang sederhana, zuhud, dan tidak pernah terpesona dengan kemewahan dunia. Dalam salah satu Doanya ia memohon: ”Wahai Allah, Hidupkanlah aku dalam kemiskinan dan matikanlah aku selaku orang miskin” (HR.at-Tirmizi, Ibnu Majah dan al-Hakim).
“Pada suatu waktu Nabi SAW datang kerumah istrinya, Aisyah binti Abu Bakar as-Siddiq. Ternyata dirumahnya tidak ada makanan. Keadaan ini diterimanya dengan sabar, lalu ia menahan lapar dengan berpuasa” (HR.Abu Dawud, at-Tirmizi dan an-Nasa-i) .

Ketika Nabi saw. melihat salah satu sahabatnya berlebih-lebihan dalam salah satu sisi, sahabat itu segera ditegur. Sebagaimana yang terjadi pada Abdullah bin Amr bin Ash. Ia berpuasa terus menerus tidak pernah berbuka, sepanjang malam beribadat, tidak pernah tidur, serta meninggalkan istri dan kewajibannya. Lalu Nabi saw. menegurnya dengan sabdanya: “Wahai Abdullah, sesungguhnya bagi dirimu ada hak (untuk tidur), bagi istri dan keluargamu ada hak (untuk bergaul), dan bagi jasadmu ada hak. Maka, masing-masing ada haknya.” Ketika sebagian dari para sahabat Nabi saw. bertanya kepada istri-istri Rasul saw. mengenai ibadat beliau yang luar biasa. Mereka (para istri Rasulullah) menjawab, “Kami amat jauh daripada Nabi saw. yang dosanya telah diampuni oleh Allah swt, baik dosa yang telah lampau maupun dosa yang belum dilakukannya.”
Kemudian salah seorang di antara mereka berkata, “Aku akan beribadat sepanjang malam.” Sedang yang lainnya mengatakan, “Aku tidak akan menikah.” Kemudian hal itu sampai terdengar oleh Rasulullah saw, lalu mereka dipanggil dan Rasulullah saw. berbicara di hadapan mereka. Sabda beliau: “Sesungguhnya aku ini lebih mengetahui daripada kamu akan makrifat Allah dan aku lebih takut kepada-Nya daripada kamu; tetapi aku bangun, tidur, berpuasa, berbuka, menikah, dan sebagainya; semua itu adalah sunnah Barangsiapa yang tidak senang dengan sunnahku ini, maka ia tidak termasuk golonganku.” Karenanya, Islam melarang melakukan hal-hal yang berlebih-lebihan dan mengharuskan mengisi tiap-tiap waktu luang dengan hal-hal yang membawa manfaat, serta menghayati setiap bagian dalam hidup ini.

Munculnya sufi-sufi di saat kaum Muslimin umumnya terpengaruh pada dunia yang datang kepada mereka, dan terbawa pada pola pikir yang mendasarkan semua masalah dengan pertimbangan logika. Hal itu terjadi setelah masuknya negara-negara lain di bawah kekuasaan mereka. Berkembangnya ekonomi dan bertambahnya pendapatan masyarakat, mengakibatkan mereka terseret jauh dari apa yang dikehendaki oleh Islam yang sebenarnya (jauh dari tuntutan Islam). Iman dan ilmu agama menjadi falsafah dan ilmu kalam (perdebatan); dan banyak dari ulama-ulama fiqih yang tidak lagi memperhatikan hakikat dari segi ibadat rohani. Mereka hanya memperhatikan dari segi lahirnya saja.
Sekarang ini, muncul golongan sufi yang dapat menghidupkan ruh masyarakat dengan akhlak dan sifat-sifat yang luhur serta ikhlas. Hakikat dari Islam dan iman, semuanya hampir menjadi perhatian dan kegiatan dari kaum sufi. Mereka para tokoh sufi sangat berhati-hati dalam meniti jalan di atas garis yang telah ditetapkan oleh Al-Qur,an dan As-Sunnah. Bersih dari berbagai pikiran dan praktek yang menyimpang, baik dalam ibadat dan perlakuan seharian.
Banyak orang yang masuk Islam karena pengaruh mereka, banyak orang yang durhaka dan lalim kembali bertobat karena jasa mereka. Dan tidak sedikit yang mewariskan pada dunia Islam, yang berupa kekayaan besar dari peradaban dan ilmu, terutama di bidang makrifat, akhlak dan pengalaman-pengalaman di alam rohani, semua itu tidak dapat diingkari. Tetapi, banyak pula di antara orang-orang sufi itu terlampau mendalami tasawuf hingga ada yang menyimpang dari jalan yang lurus dan mempraktekkan teori di luar Islam, ini yang dinamakan Sathahat orang-orang sufi; atau perasaan yang halus dijadikan sumber hukum mereka. Pandangan mereka dalam masalah pendidikan, di antaranya ialah seorang murid di hadapan gurunya harus tunduk patuh ibarat mayat di tengah-tengah orang yang memandikannya.
Banyak dari golongan Ahlus Sunnah dan ulama salaf yang menjalankan tasawuf, sebagaimana diajarkan oleh Al-Qur’an; dan banyak pula yang berusaha meluruskan dan mempertimbangkannya dengan timbangan Al-Qur’an dan As-Sunnah. Di antaranya ialah Al-Imam Ibnul Qayyim yang menulis sebuah buku yang berjudul: “Madaarijus-Saalikin ilaa Manaazilus-Saairiin,” yang artinya “Tangga bagi Perjalanan Menuju ke Tempat Tujuan.” Dalam buku tersebut diterangkan mengenai ilmu tasawuf, terutama di bidang akhlak, sebagaimana buku kecil karangan Syaikhul Islam Ismail Al-Harawi Al-Hanbali, yang menafsirkan dari Surat Al-Fatihah, “Iyyaaka na’budu waiyyaaka nastaiin.” Kitab tersebut adalah kitab yang paling baik bagi pembaca yang ingin mengetahui masalah tasawuf secara mendalam.
Sesungguhnya, tiap-tiap manusia boleh memakai pandangannya dan boleh tidak memakainya, kecuali ketetapan dan hukum-hukum dari kitab Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah saw. Kita dapat mengambil dari ilmu para sufi pada bagian yang murni dan jelas, misalnya ketaatan kepada Allah swt, cinta kepada sesama makhluk, makrifat akan kekurangan yang ada pada diri sendiri, mengetahui tipu muslihat dari setan dan pencegahannya, serta perhatian mereka dalam meningkatkan jiwa ke tingkat yang murni. Disamping itu, menjauhi hal-hal yang menyimpang dan terlampau berlebih-lebihan, sebagaimana diterangkan oleh tokoh sufi yang terkenal, yaitu Al-Imam Al-Ghazali. Melalui ulama ini, dapat kami ketahui tentang banyak hal, terutama ilmu akhlak, penyakit jiwa dan rawatannya.

Sunday, April 22, 2012

مقدمه
الحمد لله رب العالمين ، حمداً يوافي نعمه ، ويكافئ مزيده ، با ربنا لك الحمد كما ينبغي لجلال وجهك وعظيم سلطانك ، سبحانك لا نحصي ثناءً عليك أنت كما أثنيت على نفسك ، فلك الحمد حتى ترضى ، ولك الحمد إذا رضيت ولك الحمد بعد الرضا .اللهم صل وسلم على سيدنا محمد في الأولين ، وصل وسلم وبارك على سيدنا محمد في الآخرين ، وصل وسلم هلى سيدنا محمد في الملأ الأعلى إلى يوم الدين.
وبعد :  اسلام عليكم ورحمة الله وبركاته

PENGERTIAN TASAWUF DAN TAREKAT
Tasawuf  banyak definisi yang kita baca adalah akhlak yang baik. Rasulullah SAW sebagai teladan kita semua memberikan contoh akhlak yang baik dalam kehidupan Beliau, “Sungguh pada diri Rasulullah terdapat Akhlakul Karimah (akhlak yang baik)”.
Tarekat berasal dari kata Thariqatullah artinya jalan kepada Allah, memerlukan proses, kesungguhan dan keyakinan penuh bagi seseorang itu agar sampai ke tempat yang dituju. Dan yang lebih penting lagi diperlukan pembimbing rohani(Guru Mursyid) yang senantiasa memberikan petunjuk dan panduan agar tidak tersesat di jalan. Tasawuf yang tidak disertai tarekat tidak menghasilkan apa-apa selain hanya berupa teori semata-mata. Tidak ada bezanya dengan orang belajar fiqih, belajar syariat.
Itulah sebabnya kenapa orang yang hanya belajar dari bacaan akan memperoleh hasil berupa bacaan sahaja. Sebagaimana orang yang belajar dari seorang Guru Ahli tajwid akan memperoleh pandai bertajwid, sesuai dengan apa yang telah dijanjikan Allah di dalam Al-Qur’an.
Tarekat sendiri menurut bahasa berasal dari kata Arab thariqah yang berarti jalan atau metode atau aliran (madzhab). Tarekat adalah jalan untuk mendekatkan diri kepada Allah dengan tujuan sampai (wusul) kepada-Nya. Tarekat merupakan jalan (metode) yang ditempuh seorang sufi dengan syarat-syarat tertentu dengan petunjuk guru atau Mursyid tarekat masing-masing, agar boleh mendekati dengan Allah SWT. Ahli tasawuf mengaitkan istilah tarekat dengan firman Allah SWT:
قال الله : وَأَلَّوِ اسْتَقَامُوا عَلَى الطَّرِيقَةِ لأسْقَيْنَاهُمْ مَاءً غَدَقًا  (الجين ١٦)
 "Dan bahwasanya apabila mereka tetap berdiri pada jalan (thariqah) yang benar niscaya akan kami turunkan (hikmah) seperti hujan yang deras dari langit." (Al-Jinn/72 : 16)
Definisi Tasawuf Para ulama tidaklah ada kata sepakat asal usul kata tasawuf yang paling penting tujuannya ;
  
1.      Dari kata yg berarti bersih seperti kata Mahmud Amin An-Nawawy Artinya; “Segolongan ahli tasawuf berkata bahwasanya pemberian nama menjadi sufiyah kerana kesucian rahasianya dan kebersihan kelakuannya.”
2.      Istilah sufi adalah nama yg dinisbatkan kepada perkataan yg diberikan kepada orang-orang Shufah dimasa Rasulullah SAW krn mereka menempati berita-berita yg telah disampaikan oleh Rasulullah SAW disekitar masjid Madinah. Hal ini sesuai dgn keterangan Abul`Alaa`Afiefy yg mengatakan ” Shufi berkaitan dgn Ahlu Shuffah; yaitu nama yg dikhususkan kepada beberapa Fakir-Muslim pada masa permulaan Islam. Mereka itu termasuk orang-orang yg tidak memiliki rumah. Maka mereka menempati yg telah dibangun oleh Rasulullah SAW diluar Masjid Madinah”.



Monday, September 5, 2011









SIJIL HALAL






Klik di sini :  STOKIS kami
Member login    :   http://b-swan.net/

Agen diperlukan segera ! !